This is the default blog title

This is the default blog subtitle.

“Open Sky Policy” Liberalisasi Penerbangan Indonesia

“Open Sky Policy” Liberalisasi Penerbangan Indonesia

Bogor, RuangRakyat — Berdasarkan pelaksanaan Peraturan Presiden No.12/ 2016, Indonesia memastikan keikutsertaannya dalam ASEAN Open Sky Policy walaupun tidak secara penuh. Kebijakan merupakan perjanjian multilateral dari sepuluh negara anggota ASEAN untuk menyatukan langit mereka dalam satu pasar penerbangan tunggal, artinya liberalisasi penerbangan untuk tingkat dan wilayah yang besar. Dengan meningkatkan konektivitas yang juga menekan harga penerbangan di negara-negara anggota ASEAN ini menargetkan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah. Pasalnya ASEAN adalah rumah bagi 600 juta orang.

Maskapai Dalam Negeri

 

Pengertian Open sky policy (Kebijakan Udara Terbuka)  pada awalnya digulirkan oleh Amerika Seraikat (AS) dalam kompetisinya menghadapi Eropa; namun didalam perjalanannya, ternyata negara-negara di Eropa, khususnya Eropa barat, sepakat untuk menjadi suatu uni Eropa yang bersatu (European Union). Pada berbagai negara, open sky policy ini dapat mempumyai arti dan bisa diartikan berbeda, dengan demikian cara menyingkapinya pun akan berbeda pula. Negara-negara dengan ruang udara yang luas seperti halnya Indonesia, tentu akan sangat berbeda dengan Singapura dalam mengartikan open sky policy, serta cara menyingkapinya

Dikutip dari Indonesia-Invesment.com, Agoes Soebagio, Kepala Kerjasama & Humas Civil Aviation Authority (CAA) dari Kementerian Perhubungan Indonesia, menjelaskan meskipun Indonesia mengikuti Open Sky Policy, namun bukan berarti penerbangan di kawasan ASEAN bebas bisa terbang ke Indonesia. Hanya lima bandara Indonesia yang tercantum dalam kebijakan ini yaitu: Bandara Internasional Soekarno-Hatta , Bandara Internasional Kualanamu (Sumatera Utara), Bandara Internasional Juanda (Jawa Timur), Bandara Internasional Ngurah Rai (Bali), dan Bandara Internasional Sultan Hasanuddin (Sulawesi Selatan).

Saat ini Indonesia menerapkan pembatasan terhadap maskapai penerbangan asing yang beroperasi di Indonesia. Kebijakan  ini dimaksudkan untuk melindungi bisnis penerbangan dalam negeri. Akses bagi maskapai asing untuk melayani rute dalam negeri dilarang, sementara penerbangan internasional diatur di bawah perjanjian bilateral. Untuk menyiasati kebijakan ini, agar dapat beroperasi di Indonesia, perusahaan penerbangan asing harus membeli, memiliki dan mengoperasikan maskapai penerbangan yang berbasis di Indonesia terlebih dahulu.

Open Sky Policy menyebabkan bertambahnya permintaan untuk jasa penerbangan internasional dan menciptakan bisnis untuk perusahaan pengangkutan udara. Disisi lain, penerbangan jelas masih perlu mentaati slot pendaratan atau lepas landas yang diberikan oleh otoritas dari lima bandara tersebut. Slot selalu dibatasi untuk maskapai tertentu dengan semua bandara di seluruh dunia karena keterbatasan kapasitas.Kebijakan ini memang tidak sepenuhnya diberlakukan, pasalnya ada kekhawatiran yang nampak bahwa maskapai penerbangan di Indonesia tidak cukup kompetitif untuk bersaing dengan maskapai dari negara lain di Asia Tenggara untuk pangsa pasar di rute regional.

Kebutuhan Pilot Profesional

Di saat bisnis penerbangan di Indonesia mulai menggeliat tercatat antara kurun 2009 dan 2014, jumlah penumpang pesawat terbang Indonesia meningkat dari 27.421.235 meningkat menjadi 94.504.086. di sisi lain kita justru masih sering mengalami kendala dalam system pengendali  lalu lintas udara (Air Traffic Control).  Selain faktor keamanan dan keselamatan yang menjadi sorotan, dikutip dari markplusinstitute.com sektor penerbangan Indonesia juga kekurangan sumber daya manusia, terutama pilot profesional. Kebutuhan pilot di Indonesia sepanjang tahun 2011- 2015 mencapai 4000 orang, sementara produksi sekolah pilot di Indonesia hanya sekitar 1600 personel. Ini berarti terjadi defisit pilot sebanyak 2400 personil sampai tahun 2015 lalu.

Facebook Comments

About Fahmy Yusuf

Sarjana Humaniora Universitas Indonesia, Magister Pertahanan Universitas Pertahanan. Editorial Ruang Rakyat.