This is the default blog title

This is the default blog subtitle.

Alasan Kota Rawan Gempa dan Tsunami Perlu Menghindari Pola Grid

Alasan Kota Rawan Gempa dan Tsunami Perlu Menghindari Pola Grid

RuangRakyat — Tidak bisa dihindari resiko bencana gempa bumi di Indonesia lebih tinggi dari masa-masa sebelumnya. Kota-kota besar di sepanjang pantai utara Jawa, mulai dari Surabaya. Semarang, hingga Cirebon, ternyata berada di jalur sesar gempa aktif. Sumber gempa yang melintasi kota-kota tersebut berada di dekat dengan pusat permukiman penduduk sehingga dikhawatirkan dapat menimbulkan kerusakan masif jika tidak diantisipasi.

Jalur tersebut dikenal dengan jalur sesar darat yang dikenal dengan zona Kendeng, jalur ini memanjang dari Jawa Timur hingga Jawa Tengah. Sesar ini adalah kelanjutan jalur busur belakang (back arch) dari utara Pulau Flores dan menerus hingga utara di Pulau Bali, dan masuk daratan di Jawa Timur.

Berdasarkan peta nasional tahun 2010, jumlah sesar di Pulau Jawa hanya 4, kini menjadi 34. Jumlah sesar baru yang ditemukan kini menjadi 295 zona, pada peta gempa bumi nasional tahun 2010 hanya 81 zona. Data baru tersebut menunjukkan bahwa risiko bencana gempa bumi di Indonesia ternyata lebih tinggi dari perhitungan sebelumnya.

Membuat suatu wilayah atau kota yang bebas gempa adalah sesuatu yang tidak mungkin karena gempa berkaitan dengan proses alam yang tidak dapat dihindari. Hal yang dapat dilakukan adalah meminimalisasi dampak yang dapat ditimbulkan oleh gempa melalui upaya pengurangan risiko dan mitigasi, diantaranya seperti penyediaan sistem peringatan dini (early warning system) dan penataan ruang wilayah atau kota yang berbasis pada kerentanan terhadap gempa. Upaya tersebut adalah upaya preventif yang harus diterapkan di lokasi-lokasi rawan gempa.

Untuk mendukung kelancaran mitigasi maka harus diperhatikan sarana dan prasarana transportasi yang ada pada kawasan permukiman, terutama di wilayah yang paling rawan terdampak gempa, yakni sekitar pesisir. Daerah yang berada di pesisir Barat Sumatera misalnya, merupakan sebagian dari daerah pesisir Indonesia yang berada relatif dekat dengan subduction zone.

Pada subduction zone terjadi pertemuan lempeng benua dan lempeng samudra (lempeng Indo-Australia di sebelah selatan, lempeng Eurasia di utara dan lempeng Pasifik di timur) yang bersifat menghujam dan potensial menimbulkan tsunami besar setiap periode tertentu.

Lempeng-lempeng tersebut bergerak sehingga pada periode tertentu saling bertabrakan. Proses alami ini menghasilkan gempa tektonik. Karena terjadi di dasar laut, gempa tersebut menimbulkan gelombang pasang (tsunami). Selain pesisir barat Sumatera, daerah yang relatif dekat dengan subduction zone adalah pesisir selatan Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara. Dengan demikian, banyak kota-kota pantai di Indonesia yang rentan terhadap bencana alam gempa dan tsunami.

Pada konteks penyelenggaraan penanggulangan bencana, jaringan jalan kota perlu diperhatikan. Pada kota rawan gempa dan tsunami, ada baiknya apabila menghindari pola grid untuk jaringan jalannya. Pola grid adalah pola jaringan jalan yang bagian-bagian kota dibagi sedemikian rupa menjadi blok-blok empat persegi panjang dengan jalan-jalan parallel yang membentuk siku. Sistem ini merupakan bentuk yang cocok di kota yang masih tersedia banyak lahan kosong.

Kota yang memiliki pola grid jaringan jalan mengakibatkan adanya titik-titik kemacetan lalulintas pada saat volume jalan melebihi kapasitasnya. Kelebihan kapasitas ini diakibatkan seluruh masyarakat kota bergerak bersamaan secara tidak teratur dari tempatnya berada menuju lokasi yang dianggap lebih aman pada saat terjadi gempa.

Pola grid harus dilengkapi dengan jalan koridor untuk mempermudah pergerakan masyarakat pada saat bencana gempa. Dengan adanya jalan koridor maka pergerakan masyarakat akan divergen sehingga mengurangi titik-titik kemacetan dan semakin sedikit waktu yang diperlukan untuk upaya evakuasi.

Jaringan jalan yang baik pada kota yang rawan bencana gempa dan tsunami harus mampu mengkomodir upaya mitigasi untuk meminimalisasi korban jiwa dan kerugian bila terjadi bencana gempa dan tsunami. Salah satu upaya untuk mengurangi korban jiwa dan kerugian yang ditimbulkan akibat gempa dan tsunami tersebut adalah pengembangan jaringan jalan yang mengakomodir upaya mitigasi dan evakuasi bila terjadi bencana pada kota-kota pantai yang rawan gempa dan tsunami di Indonesia.

Referensi:
Kompas. (2017). Kota-kota besar dilintasi sesar. Koran Kompas.
Saruksuk, J.H. (2006). Konsep jaringan jalan pada kota yang rawan bencana gempa dan tsunami. Thesis Program Studi Teknik Pembangunan Wilayah dan Kota. Universitas Diponegoro.

Sumber gambar:

Teknik Sipil Unikom, 2011. Pola Jarngan Jalan

Facebook Comments