This is the default blog title

This is the default blog subtitle.

Bukan Wacana, Trump Bangun Tembok Perbatasan Dengan Mexico !

Bukan Wacana, Trump Bangun Tembok Perbatasan Dengan Mexico !

RuangRakyat — Setelah inagurasi yang dilakukan, Trump segera merealisasikan janji-janji kampanyenya. Terbukti, pada tanggal 23 Januari 2017, Presiden Trump menandatangani keputusan eksekutif menarik diri dari perjanian Trans-Pacific Partnership walaupun dikritisi oleh sesama Republikan seperti yang dikatakan Senator John McCain, “Keputusan itu akan mengurangi kesempatan AS untuk mempromosikan barang ekspornya dan membuka pasar baru,” dilansir Liputan6.com.

Belum lama dari itu, Trump juga segera merealisasikan janji kampanyenya untuk mambangun tembok di perbatasan Amerika Serikat-Meksiko untuk meghalangi imigran yang masuk. Pada hari Rabu, Presiden Trump menandatangani arahan untuk membangun tembok pembatas antara AS dan Meksiko. Tembok antara AS-Meksiko sebelumnya memang sudah ada, namun dalam janji kampanye tahun lalu, Trump akan membangun lagi tembok pembatas itu lebih dari 1.600 kilometer.

Terjadi perdebatan terhadap keputusan Trump tersebut, mengingat perkara tersebut  bukanlah perkara gampang, pendapat pemerintah Meksiko tidak boleh daibaikan. Benar saja, hari Kamis, Presiden Meksiko Enrique Pena Nieto membatalkan pertemuan dengan Presiden Trump yang dijadwalkan minggu depan. Seperti yang dikutip dari akun Twitternya @EPN;

“Pagi ini kami menginformasikan kepada Gedung Putih bahwa Saya tidak akan menghadiri pertemuan yang dijadwalkan hari Selasa dengan @POTUS (Presiden Trump).

Penolakan ini untuk menanggapi pernyataan Trump sebelumnya, “pertemuan lebih baik dibatalkan jika Meksiko tidak mau membayar tagihan untuk biaya pembangunan dinding perbatasan”. Presiden Pena menegaskan posisi Meksiko dalam pidato telivisi hari Rabu lalu. Pena menyesalkan kebijakan Trump melanjutkan pembangunan tembok yang selama bertahun-tahun memberikan jarak diantara kedua negara. Meksiko sendiri tidak mempercayai kegunaan Tembok tersebut sebagai solusi. Disisi lain rencana Trump juga dikutuk oleh para pemimpin Amerika Latin lainnya.

Sebelum mencapai putusan final, Presiden Pena mengatakan akan menunggu laporan dari Delegasi Tingkat Tinggi Meksiko yang akan mengadakan pertemuan di Washington serta akan berkonsultasi dengan gubernur dan anggota parlemen. Dia menambahkan, warga Meksiko tidak sendiri, Pena telah memerintahkan 50 konsulat di AS untuk bertindak sebagai penasihat hukum bagi hak-hak imigran Meksiko.

Keputusan Trump memang menuai perdebatan, bukan hanya persoalan biaya, namun juga wilayah pembangunan tembok yang merupakan pemukiman penduduk. Trump sendiri mengatakan bahwa pembangunan tembok sangat penting untuk melindungi AS dari imigran ilegal yang tidak mempunyai dokumen resmi. Hal ini memang ditujukan sesuai visi Trump untuk melindungi AS dari ancaman keamanan dari luar.

Dalam interview dengan ABC News, Trump menagatakan bahwa konstruksi pembangunan akan dimulai dalam kurun sebulan lagi, dan Meksiko harus membayar “100 persen” biayanya kepada AS. Bagi Trump, tembok pembatas itu sangat penting untuk melindungi AS. Ia menimbulkan persepsi imigran Meksiko adalah “pemerkosa dan pengedar narkoba”. Kebijakan ini juga sejalan dengan rencana kebijkan Trump untuk membatasi imigrasi ke negaranya, termasuk untuk memperketat masuknya pengungsi dan memblokir visa dari negara muslim.

“AS memiliki defisit perdagangan 60 miliar dolar dengan Meksiko. Ini telah menjadi kesepakatan sepihak dari awal NAFTA yang mengakibatkan kerugian hilangnya pekerjaan dan perusahaan,” kata Trump di Twitter. Sedangkan pembangunan tembok pembatas tersebut diperkirakan mamakan biaya sekitar 12 miliar USD hingga 15 miliar USD. Menanggapi keenganan Meksiko untuk mebiayai proyek tembok tersebut, Gedung Putih pada Kamis melayangkan gagasan memberlakukan pajak 20 persen atas barang dari Meksiko untuk membayar dinding di perbatasan AS selatan, mebuat peso jatuh dan memperdalam krisis antara kedua tetangga.

Facebook Comments

About Renni N. S Gumay

Seorang akademisi yang memiliki minat dalam jurnalistik dan tertarik pada isu politik, keamanan, pertahanan dan kemanusiaan.