
Corona Virus Disease-19 atau Covid-19 meluluhlantakkan hampir seluruh negara di dunia tak terkecuali Indonesia. Lambatnya penanganan terkait virus corona di Indonesia menjadikan penyebaran virus menjadi luas. Seluruh provinsi di Pulau Jawa positif terkena virus corona ini, tak terkecuali Bali.
Bali menjadi salah satu provinsi yang terkena dampak serius virus corona, dikarenakan provinsi yang hampir seluruh pendapatan daerah berada di sektor pariwisata menjadi lumpuh terkait dengan kebijakan penutupan wisatawan mancanegara dari beberapa negara khususnya China yang mana menjadi jumlah wisatawan terbanyak kedua ke Bali setelah Australia yaitu sebanyak 1.185.519 orang pada tahun 2019.
Jumlah Wisatawan Mancanegara ke Bali
Bulan / Month | 2018 | 2019 | 2020 |
Januari / January | 358 065 | 455 570 | 528 883 |
Pebruari / February | 452 423 | 437 456 | 369 556 |
M a r e t / M a r c h | 492 678 | 449 569 | – |
A p r i l / A p r i l | 516 777 | 477 069 | – |
M e i / M a y | 528 512 | 486 602 | – |
J u n i / J u n e | 544 550 | 549 516 | – |
J u l i / J u l y | 624 366 | 604 323 | – |
Agustus / August | 573 766 | 606 412 | – |
September / September | 555 903 | 590 398 | – |
Oktober / October | 517 889 | 567 967 | – |
Nopember / November | 406 725 | 497 925 | – |
Desember / December | 498 819 | 552 403 | – |
Jumlah / Total : | 6 070 473 | 6 275 210 | 898 439 |
Pertumbuhan / Growth (%) | 6,54 | 3,37 |
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali dan disparda.baliprov.go.id
Gubernur Bali, I Wayan Koster mengatakan bahwa virus corona mengakibatkan kunjungan wisatawan mancanegara di Bali turun 40%. Data dari disparda.baliprov.go.id menunjukkan bahwa jumlah wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Bali pada bulan Februari 2020 adalah 369.556 orang yang mana menurun dari bulan Februari 2019 yaitu sebanyak 437.456 orang.
Potensi kehilangan pendapatan khususnya di pariwisata sangatlah besar dimana terjadi efek domino hampir disegala lini. Mulai dari penutupan penerbangan dari beberapa negara yang ingin ke Bali, ditambah dengan berkurangnya pemasukan horeca (hotel, restaurant, dan catering), agen travel, pusat oleh-oleh, hingga tempat wisata yang mulai sepi dan mendapat perintah dari pemerintah daerah untuk ditutup sementara akibat virus corona ini. Efek domino yang tidak bisa diindahkan lagi merupakan konsekuensi dari imbas pariwisata di Bali akibar virus corona.
Kerugian ditaksir dari wisatawan China yang diasumsikan dimana rata-rata lama menginap adalah 3,5 hari dan membelanjakan sekitar 15 juta per orang serta kunjungan sekitar 3000-3500 orang per harinya, maka potensi kehilangan sebesar 5 triliun lebih dalam 3 bulan (Ketua Bali Tourism Board (BTB), Ida Bagus Agung Partha Adnyana).
Dampak tersebut merupakan salah satu contoh dari wisatawan dari China. Apabila diakumulasikan dengan wisatawan dari Australia, Eropa, India, dan Amerika pasti lebih dari angka tersebut.
Dampak lain dari hal tersebut adalah banyaknya pegawai horeca yang diliburkan sementara dikarenakan sepi tamu dan juga kepanikan terjadi dijalanan, mulai dari paranoid ketika melihat orang batuk-batuk, hingga pembelanjaan khususnya terkait dengan alat kesehatan (masker, hand sanitiser, alcohol) yang sudah mulai langka dipasaran.
Pemerintah memberikan himbauan untuk menghentikan segala bentuk kegiatan yang mengharuskan mengumpulkan banyak orang.
Menyongsong hari Raya Nyepi pemerintah melarang melakukan upacara adat melasti (menghilangkan zat panca maha butha ke asalnya) dan juga pelarangan mengadakan pawai ogoh-ogoh karena dirasa bisa melakukan penularan virus dalam acara tersebut, dan masih banyak lagi. Himbauan terbaru dari Gubernur adalah agar masyarakat tetap berada dirumah pada tanggal 26 Maret 2020 yang artinya Bali melakukan Nyepi selama 2 hari, meskipun tanggal 26 adalah himbauan bukan paksaan dari Gubernur.
Efek domino yang menyebabkan pariwisata hampir berhenti akibat virus corona ini meluluhlantakkan perekonomian di Bali. Kebijakan pemerintah pusat dan kewenangan pemerintah daerah dalam mengatur wilayahnya dalam memerangi virus diharapkan bisa mengembalikan kondisi pariwisata seperti semula disamping menunggu antivirus nantinya. Goncangan ekonomi makro yang berimbas ke mikro menjadikan Bali sepi dan merana.
Daya beli masyarakat menjadi lesu dan fungsi pasar tidak berjalan seperti semula dikarenakan pegawai, pelajar diharuskan kerja dari rumah, belajar dari rumah, serta berdoa dari rumah. Dalam keadaan tanggap darurat ini diharapkan masyarakat bisa lebih sabar dalam menghadapi virus ini, dikarenakan Bali telah terlatih dalam melakukan pemulihan, rehabilitasi, dan rekontruksi pasca bencana karena masyarakat sudah pernah melakukan hal ini dalam setelah kejadian Bom Bali I, Bom Bali II, SARS, MERS, sampai Erupsi Gunung Agung tahun 2018 lalu.
Strategi pemulihan layaknya pada wabah penyakit SARS, dan MERS dirasa bisa mengembalikan kondisi pariwisata di Bali hingga ditemukan antivirus dalam menanggulangi bencana ini.
Kekebalan dan kesabaran masyarakat Bali diharapkan mampu mengantisapasi virus ini dikarenakan rentan waktu yang tidak bisa diprediksi. Masyarakat diharapkan mampu bersama-sama dan bergotong-royong dalam menghadapi wabah penyakit ini dengan cara lebih disiplin dalam menjaga kesehatan tubuh.
artikel ditulis oleh :
I Made Chandra Mandira, SE.,M.Han
(Dosen FEB Universitas Pendidikan Nasional)