
Bogor, RuangRakyat — Setiap tahunnya terjadi peningkatan jumlah bencana di Indonesia, data 2011 menunjukan bahwa 90% kejadian bencana disebabkan oleh bencana hidrometerologi, seperti banjir, kekeringan, puting beliung dan longsor. Dalam laporan BNPB tahun 2015 menyebutkan bahwa pertumbuhan penduduk yang tidak diiringi tata ruang yang baik, urbanisasi dan kemiskinan dapat meningkatkan ancaman dan risiko bencana hidrometerologi. Bencana hidrometerologi yang dimaksud berupa ancaman perubahan iklim ekstrim, banjir bandang, dan badai atau putting beliung. Oleh karena itu, untuk menghadapi ancaman bencana yang semakin nyata tersebut diperlukan kesiapsiagaan.
International of Red Cross memberikan pengertian kesiapsiagaan sebagai langkah-langkah yang diambil untuk mempersiapkan dan mengurangi efek bencana. Dengan kata lain kesiapsiagaan adalah kemampuan pemerintah dan masyarakat untuk merespon bencana secara tanggap. Kecenderungan untuk terkena dampak bencana masih menjadi PR besar bagi para stake holder penanggulangan bencana. Pasalnya, tidak semua orang mengetahui risiko bencana yang berada di lingkungan tempat tinggalnya. Keterlibatan semua pihak dalam penanggulangan bencana adalah ciri penanggulangan bencana yang tertera dalam undang-undang No. 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana. Untuk itu, penting bagi masyarakat untuk mulai menyiapkan diri dan keluarga dalam menghadapi bencana dan menjadi bagian masyarakat tangguh bencana.
Community and Regional Resilience Initiative atau CARRI menyatakan bahwa konsep ketangguhan masyarakat adalah menjadikan masyarakat sebagai bagian dari antisipasi ancaman dan pengurangan kerentanan, perencanaan, kesiapsiagaan dan pemulihan dari bencana. Ketangguhan komunitas dapat dilihat dari seberapa baiknya rumah tangga mampu menangani sebuah bencana. Individu yang ada dalam rumah tangga memiliki kerentanan terhadap bencana sehingga perlu dilakukan pendekatan yang menyeluruh. Almedom dan Tumwine dalam jurnal Nat Hazards 2015 mengartikan keluarga tangguh sebagai kapasitas individu atau keluarga dalam mengantisipasi, atau mampu secara bijak melepaskan diri dari faktor-faktor bencana, dapat mengurangi dampak bencana sampai pada tahap kemampun mempertahankan fungsi keluarga secara normal bahkan di saat kondisi pasca bencana.

Ilustrasi : Obat-obatan
Salah satu hal yang dapat dilakukan oleh keluarga dalam menuju rumah tangga tangguh adalah berupa penyediaan tas emergency di setiap keluarga. Tas emergency atau disebut juga tas siaga bencana merupakan peralatan yang perlu disiapkan dalam mengantisipasi bencana. Menurut Departement Civil Defense Emergency New Zealand, tas siaga bencana mencakup segala kebutuhan keluarga, berkas-berkas penting keluarga, yang dibutuhkan untuk menunjang kehidupan minimal 72 jam setelah bencana terjadi. Kesiapsiagaan keluarga dengan menyediakan tas siaga bencana tidak memerlukan biaya tinggi, hal tersebut dikarenakan keluarga dapat menyesuaikan kebutuhan sesuai dengan kemampuan ekonomi. Namun, keluarga tetap harus menyediakan hal-hal pokok yang harus ada di tas siaga bencana yakni: obat-obatan, persediaan logistik (makanan kaleng, air putih, dll), baju ganti dan surat-surat penting.
Memang tidak ada yang pernah mau kedatangan bencana, namun siapa yang tahu kapan terjadinya bencana? sudah siapkah keluarga anda menghadapinya !?