
Bogor, RuangRakyat- – Setelah beredarnya pesan berantai di media sosial dan media online lainnya mengenai big data cyber dan cyber crime police yang mengatas namakan Kominfo, akhirnya Kominfo mengeluarkan siaran pers menyatakan informasi viral tersebut merupakan HOAX melalui situs resminya.
HOAX atau pemberitaan palsu merupakan usaha untuk menipu atau mengakali pembaca atau pendengarnya untuk mempercayai sesuatu, padahal si penyebar berita palsu tersebut tahu bahwa berita itu adalah palsu. Di era keterbukaan informasi ini penyebaran HOAX semakin meningkat baik melalui media sosial maupun media online. Dalam era perang informasi ini Presiden Joko Widodo sering kali menjadi sasaran penyebar HOAX. Pada kamis (29/12) lalu bertempat di kantor Presiden, beliau menyampaikan agar para penyebar berita HOAX dihukum secara tegas karena sering kali memprovokasi masyarakat dengan fitnah dan kata-kata yang tidak pantas.
Walaupun juga menjadi sasaran penyeberan HOAX, Kementrian Komunikasi dan Informatika tidak asal serta merta menutup media online yang diduga menyebarkan HOAX. Instansi pemerintah tersebut hanya akan memblokir secara langsung situs yang mengandung konten pornografi tanpa adanya pengaduan masyarakat.
Kominfo diambang dilema dalam menetapkan kebijakan terhadap para penyebar berita HOAX. Pasalnya jika terlalu tegas seolah Kominfo dianggap menyerupai Kementrian Penerangan di zaman Orde Baru yang sering membredel media yang bertentangan dengan rezim. Disisi lain perkembangan media online yang jumlahnya mencapai ribuan semakin sulit dikontrol.
Skema yang berikan oleh Kominfo dalam menindak media online berdasarkan undang-undang dan dikonsultasikan dengan Dewan Pers sesuai dengan Permen nomor 19 tahun 2014. Aduan masyarakat akan diserahkan kepada Dewan Pers kemudian akan dikaji kebenaran aduan tersebut. Jika terbukti maka Kominfo akan memblokir media tersebut, dan jika tidak maka akan dibiarkan saja.
Menariknya situs yang telah diblokir dapat mengajukan nota keberatan kepada Kominfo. Dan jika pihak pengelola situs tersebut mematuhi UU Pers dan ketentuan Dewan Pers lainnya maka situs tersebut dapat beroperasi kembali. Sungguh kebijakan yang dilematis.