This is the default blog title

This is the default blog subtitle.

Menimbang Perppu Ormas, Akankah Disalahgunakan ?

Menimbang Perppu Ormas, Akankah Disalahgunakan ?

Siang hari tadi (28/07) ratusan demonstran berkumpul di Mahkamah Konstitusi sebagai bentuk penolakan terhadap Perppu Nomor 2 Tahun 2017. Aksi yang menggunakan label 287 ini adalah kepanjangan dari aksi 212 yang dalam tuntutannya ada 5 resolusi yang hendak dicapai dimana pembelaan terhadap HTI yang telah dibubarkan dan upaya judicial review di MK.

Bila menelisik Perppu ini memang bertujuan untuk mengisi kekosangan hukum yang tidak diakomodir dalam UU ormas no.17 tahun 2013.

Pasal 1 Perppu ini antara lain mengubah pengertian ormas menjadi lebih tegas dari sebelumnya. Dimana isinya memperkuat sandaran Ormas dalam menentukan AD/ART yang harus sesuai dengan tujuan nasional.

Organisasi Kemasyarakatan yang selanjutnya disebut Ormas adalah organisasi yang didirikan dan dibentuk oleh masyarakat secara sukarela berdasarkan kesamaan aspirasi, kehendak, kebutuhan, kepentingan, kegiatan, dan tujuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan demi tercapainya tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Perubahan lain yaitu pada pasal 59 yang isinya mengatur tentang aturan main ormas yang selama ini terlalu bebas sehingga sering meresahkan di masyarakat.

(1) Ormas dilarang:
a. menggunakan nama, lambang, bendera, atau atribut yang sama dengan nama, lambang, bendera, atau atribut lembaga pemerintahan;
b. menggunakan dengan tanpa izin nama, lambang, bendera negara lain atau lembaga/badan internasional menjadi nama, lambang, atau bendera Ormas; dan/atau
c. menggunakan nama, lambang, bendera, atau tanda gambar yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan nama,
lambang, bendera, atau tanda gambar Ormas lain atau partai politik.

(2) Ormas dilarang:
a. menerima dari atau memberikan kepada pihak manapun sumbangan dalam bentuk apa pun yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan/atau 
b. mengumpulkan dana untuk partai politik.

(3) Ormas dilarang:
a. melakukan tindakan permusuhan terhadap suku, agama, ras, atau golongan; 
b. melakukan penyalahgunaan, penistaan, atau penodaan terhadap agama yang dianut di Indonesia; 
c. melakukan tindakan kekerasan, mengganggu ketenteraman dan ketertiban umum, atau merusak fasilitas umum dan fasilitas sosial; dan/atau 
d. melakukan kegiatan yang menjadi tugas dan wewenang penegak hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(4) Ormas dilarang:
a. menggunakan nama, lambang, bendera, atau simbol organisasi yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan nama, lambang, bendera, atau simbol organisasi gerakan separatis atau organisasi terlarang; 
b. melakukan kegiatan separatis yang mengancam kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan/atau 
c. menganut, mengembangkan, serta menyebarkan ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila.

Urgensi Perppu ormas ini tidak semata untuk membubarkan HTI saja. Muncul pertanyaan mengapa baru saat ini pemerintah bersikap tegas kepada HTI yang bahkan di beberapa negara sudah dilarang ? Pemerintah sekarang baru resah apabila ormas-ormas seperti HTI yang selalu tampil sebagai non state actor dapat membawa kepentingan yang bertentangan dengan kepentingan nasional. Selama ini pemerintah pun abai dengan ormas-ormas yang menyimpang dari haluan negara.

Disisi lain ormas-ormas yang mendukung HTI pun akan sulit menjelaskan dimana posisi keberpihakan HTI pada Pancasila dan Kebhinekaan di Indonesia. Memang satu-satu nya alasan kuat yang bisa mencekal Perppu itu adalah asas demokrasi, kebebasan berserikat dan menyampaikan pendapat. Muncul keresahan setelah HTI dibubarkan, maka akan berimbas pada ormas-ormas serupa. Namun hal ini sepertinya tidak perlu menjadi hal yang ditakuti karena di era keterbukaan informasi seperti ini masyarakat sudah bisa menilai mana ormas yang membawa manfaat kebaikan dan mana ormas yang sering kali membuat perpecahan. Artinya ada reputasi yang besar yang dipertaruhkan pemerintah saat ini sampai mengambil jalan akhir dengan menerbitkan Perppu.

Melalui Perppu Nomor 2 Tahun 2017, prosedur tata cara pembubaran ormas menjadi berubah. Jika sebelumnya untuk membubarkan ormas mesti mengajukan ke pengadilan. Jika sudah ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, ormas tersebut langsung dibubarkan pemerintah. Sekarang, dengan Perppu Nomor 2 Tahun 2017 menjadi sebaliknya. Pembubaran ormas dapat dilakukan langsung pemerintah. Dengan begitu, ormas tidak puas masih punya kesempatan untuk mengajukan gugatan ke PTUN. Persoalannya apakah ormas yang dibubarkan memiliki cukup bukti untuk menyangkal tuduhan itu?

Kemudian apakah Perppu ini akan menghilangkan sepenuhnya ide-ide radikal yang diperjuangkan ormas ? tentu jawaban ini bisa iya dan tidak. Tapi ada upaya konkrit untuk meredam dan mengurangi kekuatan ormas yang selama ini sering kali mengganggu stabiltas nasional. Sehingga dengan teredamnya kekuatan parsial ini pemerintah dapat fokus melakukan pembangunan.Kemendagri memiliki semua data ormas-ormas, baik ormas yang skala nasional, tingkat provinsi, hingga ormas tingkat kecamatan. Untuk ormas tingkat kecamatan, kota/kabupaten, atau provinsi, Kemendagri menyerahkan kepada pemda untuk mengevaluasinya.

Dikutip dari kompas.com ketua SETARA Institute Hendardi, dalam keterangannya, Senin (17/7), Perppu harus dibaca sebagai kewenangan pemerintah atau negara dalam merespon suatu keadaan yang tidak normal dan mendesak.”Karena itu putusan yang diambil adalah dengan kesegeraan agar situasi itu bisa normal kembali. Perppu itu adalah sesuatu yang diatur dalam sistem ketatanegaraan kita. Perppu ini konstitusional. bahkan tetap menjalankan prinsip check and balances dengan membuka ruang bagi judicial review di MK dan pengujian melalui DPR.”

Pertanyaan lain apakah rezim yang selanjutnya akan menggunakan Perppu ini sebagai alat politik untuk mengganjal lawan politik yang kemudian diklaim tidak pancasilais ? tentu kita tidak pernah bisa memastikan walaupun peluang itu memang ada. Namun sekali lagi reputasi pemerintah akan sangat dipertaruhkan dalam hal ini. Dan kita akan dapat memaknai bahwa dalam bernegara Indonesia tidak menganut demokrasi liberal namun demokrasi Pancasila yang lebih mempertimbangan kepentingan bangsa daripada kepentingan kelompok dan golongan tertentu.

Ditulis Oleh Fahmy Yusuf

Facebook Comments

About Redaksi Ruang Rakyat

RuangRakyat memberikan ruang bagi kamu yang ingin menuangkan gagasan ke seluruh rakyat Indonesia.