
RuangRakyat — Editorial RuangRakyat kali ini berkesempatan mewawancarai seorang pakar di bidang intelijen yang sering tampil di layar kaca, Marsda Purn. Prayitno Ramelan. Meskipun sudah tidak aktif lagi sebagai prajurit TNI, ia tetap siaga terhadap isu-isu terkini khususnya mengenai terrorisme. Di salah satu gedung pencakar langit di kawasan Pasar Minggu ia menyempatkan waktu untuk diwawancarai oleh tim redaksi RuangRakyat.
Kekalahan ISIS di Timur Tengah tepatnya di daerah Iraq dan Syiria membuat organisasi teror lintas negara ini merubah pola serangan mereka. Marsda Purn. Prayitno Ramelan melihat gejala ini diakibatkan gempuran yang dilancarkan Amerika Serikat dan Russia melalui serangan udara dan darat.
Pray melanjutkan “kekalahan ini memicu hancurnya pemasukan ISIS yang didapatkan dari penjualan minyak di pasar gelap ke negara-negara di kawasan Asia dan Afrika”.
Penjualan minyak di pasar gelap merupakan aliran modal yang sangat kuat untuk mempersenjatai dan menghidupi organisasi. Di pasar gelap, ISIS menjual minyak separuh dari harga resmi internasional dan mendapatkan hasil setidaknya 1 juta poundsterling atau sekitar Rp 19 miliar sehari.
Kekalahan ini juga membuat para pendukung ISIS yang juga disebut Foreign Terrorist Fighter atau FTF yang berasal dari 98 negara sebagian pulang ke negara asalnya. Tidak terkecuali ke kawasan Asia Tenggara seperti Indonesia, Malaysia dan Filipin. Pray melihat kepulangan para FTF ini memunculkan ancaman bagi negara-negara di Kawasan Asia Tenggara terutama Indonesia.
“Indonesia cukup ketat mengawasi, mereka menyebar, kita memiliki database cukup bagus. Seperti halnya kemarin di Malaysia ada dua orang indonesia yang terlibat teroris dihukum 10 tahun artinya orang Indonesia juga ada di malaysia, tersebar” kata Prayitno Ramelan sambil menyeruput secangkir kopi hangatnya.
Ia melanjutkan Indonesia saat ini menjadi penggagas pertemuan yang mengusung kerjasama di bidang Intelijen.
Kerjasama itu dinamai “Our Eyes” yang sudah di launching pada Januari lalu dimana negara-negara dapat memaksimalkan fungsi pengawasan terhadap pola perpindahan terrorisme. Setidaknya ada 6 negara yang tergabung dalam Our Eyes yakni Indonesia, Malaysia, Thailand, Brunei Darrusalam, Filipina, dan Singapura.
“Kerjasama inisiatif intelijen ini baru benar-benar berjalan pada akhir 2018” tutupnya.