
Indonesia sudah lama melakukan Politik Bebas Aktifnya. terhitung sejak Pidato Moh. Hatta Di Jogjakarta pada tahun 1948 berjudul “Mendayung diantara dua karang”. Dimana itu adalah sebagai respon menanggapi situasi hubungan Amerika Serikat dengan Uni Soviet yang sedang memanas. Kedua kubu merayu Indonesia untuk ikut bergabung ke salah satu blok mereka. Soekarno memiliki keyakinan untuk tidak berpihak. Itulah yang coba dikatakan oleh Indonesia menghadapi situasi geopolitik saat itu dan juga tak lama setelahnya berdengunglah NMA ( Non Movement Alignment ) atau Gerakan Non Blok yang dimukadimah oleh Konfrensi Asia Afrika pada tahun 1955 di Bandung.
Hingga era sekarang pun pasca perang dingin blok barat bertranformasi menjadi NATO dan Uni Soviet Pecah menjadi beberapa negara, walaupun tetap yang menonjol adalah Rusia. Indonesia tetap dalam prinsip bebas aktif hingga saat ini. Polaritas yang terjadi hari ini bukanlah antara AS dan Rusia tetapi lebih kepada AS dengan China. Kedua belah pihak saling lempar pengaruh terutama lewat ekonomi. Indonesia dengan bebas aktifnya tetap dalam koridor tidak ingin berat sebelah. tetap Indonesia bekerjasama dengan kedua negara dan tetap membagi atensinya untuk kedua negara tersebut.
Indonesia mempunyai misi harus bisa memaksimalkan kerjasama dengan negara manapun yang penting kepentingan nasional tercapai. dan sebisa mungkin dilakukan selunak mungkin dalam pencapaiannya tanpa harus menimbulkan ketegangan. yang penting sama sama senang begitu kurang lebih. Sejauh ini politik bebas aktif Indonesia berjalan dengan lancar bahkan mendapat pengakuan dari negara negara di dunia. salah satunya adalah Pengiriman pasukan perdamaian sejak tahun 1957 hingga saat ini sangat diapresiasi oleh PBB karena Indonesia dikenal dengan netralitasnya.
Menurut pendapat penulis politik bebas aktif ini seakan tidak sejalan dengan awareness pertahanan Indonesia sendiri. selama ini Indonesia berasumsi bahwa dengan menjalankan prinsip bebas aktif maka para negara lain akan menaruh hormat dan tidak akan sampai hati menginvasi Indonesia. itu semua dianggap bahwa Indonesia bukanlah sebagai negara yang menganut sistem pre emptive strike apalagi negara dengan sejarah sebagai penjajah. Indonesia adalah negara yang selalu berprinsip untuk tidak memicu pertikaian. Maka dari itu Indonesia hanya mengandalkan ” kebertahanannya” dan hanya terjadi pada saat diserang oleh negara lain. Asumsi ini yang selalu berada di benak para pemimpin negara ini seakan akan pertahanan adalah hal nomor sekian untuk dipikirkan. Bisa kita lihat bagaimana Indonesia menganggarkan dana untuk mendapat postur ideal yang hanya nol koma sekian persen dari APBN. Jumlah personel TNI kita menurut data tahun 2017 adalah sebanyak 975.750 orang, dengan personel aktif sebanyak 435.750 orang dan personel cadangan sebanyak 540.000 personel. Dimana para personel tersebut diharapkan dapat menjaga Indonesia dari Aceh hingga Papua.
Indonesia seakan masih percaya diri bahwa tidak akan ada negara manapun yang berniat menyerang Indonesia, bahwa tidak akan terjadi perang dunia ke -3. Semuanya bisa dibuat damai yang penting semua negara ingin damai. persis pengejawantahan teori Kontruktivisme. Padahal kerawanan sebuah negara adalah pada saat negara merasa sudah aman aman saja dan kurang kewaspadaan akan hal itu. Indonesia seakan lupa bahwa disekeliilingnya ada satu aliansi yang cukup mengancam yaitu FPDA ( Five Power Defense Arrangement ) yang anggotanya adalah Britania Raya, Selandia Baru, Australia, Malaysia dan Singapura. Inti dari aliansi ini adalah kerjasama pertahanan jika adalah salah satu yang menyerang maka negara lainnya wajib ikut membantu.
Dengan adanya sejarah Indonesia berkonflik dengan Malaysia, Singapura dan Australia maka kerawanan terjadinya perang cukup terbuka lebar. jika iya memang terjadi, secara logika kita akan kalah setotal totalnya lawan mereka bertiga itu belum didukung oleh Inggris dan sekutunya. Lalu kepada siapa Indonesia harus meminta tolong? Politik bebas aktif tidak menyiapkan adegan untuk ini dan saya yakin di buku putih Pertahanan pun tidak dibahas mengenai ini. Politik bebas aktif dapat diartikan sebagai politik yang egois tetapi ramah dan mempunyai kelemahan. yang dimana kelemahan itu adalah tidak mempunyai teman “sehidup semati”.
Jika kita ingin ke meminta tolong ke China maka yang pasti membantu adalah rusia dan Korea Utara tetapi apakah China Mau? perkaranya dalam kasus laut china selatan aja Indonesia walaupun bukan sebagai negara yang bertikai ikut menyudutkan china agar angkat kaki dengan haknya mengenai Laut Cina Selatan. Lalu Amerika? NATO itu pasti dibawa semua tapi kita lupa. ya Inggris kan anggota NATO yang lebih sehidup semati dengan AS dibanding dengan Indonesia.
Politik Luar Negeri Bebas Aktif Indonesia mempunyai kedigdayaan selama ini tetapi juga menunjukan sebuah kelemahan. tetapi jika memang sistemnya sesuai yang saya asumsikan diatas maka harus segera berbenah diri sebelum Indonesia ini dikoyak oleh yang kuat. Andai kata saja Politik luar negeri bebas aktif ini hanyalah sebagai Kuda Troya maka pasti ceritanya akan lain dan lebih menarik lagi untuk disimak kedepannya.
oleh: Syan Rosyid Adiwinata, S.E., M.Han
Alumnus Universitas Pertahanan Indonesia Prodi Diplomasi Pertahanan