
RuangRakyat — Peringatan 1 Mei sebagai hari buruh internasional atau yang lebih dikenal dengan sebutan May Day bermula dari peristiwa yang terjadi di lapangan Haymarket, Chicago, Illinois, Amerika Serikat (AS) pada 4 Mei 1886.
Pasca revolusi industri memang eksploitasi tenaga kerja semakin meningkat diikuti oleh kebutuhan akan diferensiasi produk yang semakin beragam. Di Amerika Serikat ribuan buruh tergabung dalam serikat-serikat pekerja menuntut nasib yang lebih layak kepada para pengusaha dan penguasa. Salah satu serikat yang paling keras dalam menuntut keadilan organisasi pekerja ‘Knights of Labour’ yang bercita-cita menghentikan dominasi kelas borjuis.
Di Indonesia hari buruh bahkan sudah dirayakan jauh sebelum Indonesia merdeka. Perayaan Hari buruh bukan hanya didominasi oleh golongan komunis, tetapi juga oleh serikat-serikat buruh non-komunis. Misalnya, pada hari buruh 1921, Tjokroaminoto dan Soekarno muda di atas podium berpidato mewakili Serikat Buruh di bawah pengaruh Sarekat Islam.
Namun siapa sangka bahwa hari buruh pertama di Asia Tenggara dilaksanakan di Indonesia, tepatnya di Surabaya pada 1 Mei 1918 tepat seabad silam. Walaupun dirayakan oleh kebanyakan orang Eropa, lambat laun kekuatan buruh di Indonesia semakin menguat. Sayangnya solidaritas ini kerap ditunggangi oleh kepentingan politis yang mengarahkan kepada aksi-aksi pemberontakan.
Peringatan hari buruh Internasional mulai ditetapkan oleh Soekarno pada 1948, dengan dikeluarkan UU Kerja nomor 12/1948 yang mengesahkan 1 Mei sebagai tanggal resmi hari Buruh. Dalam pasal 15 ayat 2 UU No. 12 tahun 1948 dikatakan: “Pada hari 1 Mei buruh dibebaskan dari kewajiban bekerja”.
Pada masa orde baru gerakan buruh diredup seiring dengan tumbangnya PKI pasca gerakan G30S, bahkan tidak ada peringatan 1 mei seperti saat ini. Kata buruh mulai tidak digunakan dan diganti dengan kata yang lebih layak yakni karyawan dan pegawai, walaupun secara harfiah tidak menghilangkan makna sebagai orang yang bekerja di bawah perusahaan.
Tahun ini kita kembali melihat bahwa tuntutan para buruh terus digaungkan, 1 mei 2018 di sekitaran Istana. Mereka menyuarakan tuntutan yang tidak jauh berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Antara lain penolakan terhadap upah murah, penghapusan sistem outsourcing serta desakan pada pemerintah untuk menurunkan harga kebutuhan pokok.
Dikutip Kompas.com dari seberang istana, mereka menuntut beberapa poin. Tuntutan itu antara lain menghapus PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, hapus upah rendah dan yang belakangan menjadi isu hangat di publik, menuntut penghapusan Perpres Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing. Kali ini, buruh juga menuntut Menteri Tenaga Kerja Hanif Dakhiri mundur dari jabatannya.