
RuangRakyat — Dalam workshop yang diadakan oleh Pelanas Pengurangan Risiko Bencana (PRB) pada 25-26 Januari lalu yang mengambil tema “Peran Strategis Private Sector Dalam Upaya Menciptakan Ketangguhan Masyarakat Terhadap Bencana”, pada kesempatan itu dipaparkan beberapa cerita sukses terkait peran sektor swasta dalam pengurangan risiko bencana.
Diantaranya ada cerita sukses dari forum PRB Bali yang berhasil melakukan sertifikasi hotel aman bencana pada hotel-hotel di Bali. Hadir juga perwakilan dari berbagai sektor usaha lain seperti perwakilan PHRI NTB, Unilever, PT. Zurich Insurance Indonesia, Sinar Mas Grup dan lainnya. Jemari Sakato merupakan salah satu paparan yang menarik yang dibawakan oleh Niko Rinaldi,S.Ip selaku Direktur Pengembangan Program dari NGO yang berdomisili di Kota Padang Sumatera Barat.
Bila umumnya pendekatan ketangguhan langsung pada masyarakat yang memiliki risiko ancaman bencana, maka Jemari Sakato memiih UMKM sebagai subjek dan target peningkatan ketangguhan terhadap bencana. UMKM merupakan jenis usaha terbesar di Indonesia, menurut data 98,77% usaha di Indonesia merupakan usaha mikro (Kementrian Koperasi dan UMKM, 2013). UMKM merupakan unit usaha yang paling rentan terhadap ancaman bencana.

Gempa Jogja 2006. (Sumber : Kompasiana)
Dalam presentasinya ia menyampaikan bahwa contoh kerugian UMKM akibat bencana terjadi pada saat gempa Yogyakarta 2006 silam. Pasalnya dengan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2005 yang mencapai angka 4,74% kemudian menurun tajam pada tahun 2006 di angka 3,7%, kerugian langsung UMKM pada kejadian itu diperkirakan mencapai Rp. 3,42 miliar, total kerugian akibat tutupnya pasar mencapai Rp. 293,33 miliar dan sekitar 900 UMKM tutup. Adanya bencana menyebabkan tempat usaha, dan alat produksi tidak berjalan hal tersebut membuat usaha-usaha mikro kesulitan untuk membangun kembali usahanya.

Terbakarnya Pasar Senen (14/01/2017) Sumber : Istimewa
Contoh lain yang menimpa aktifitas usaha kecil masyarakat terjadi di Pasar Senen pada kamis (19/01/2017) lalu. Kejadian tersebut dilaporkan berlangsung sejak pukul 04.15 WIB. Kejadian ini bukan hanya sekali terjadi di pasar yang sudah berdiri sejak jaman Hindia Belanda itu. Sekitar 500 kios lebih ludes terbakar dilalap si jago merah, namun sayangnya banyak yang tidak memiliki asuransi yang bisa di klaim akibat tidak diurus. Kebakaran ini sontak membuat para pedagang kehilangan mata pencariannya.
Dengan memberikan UMKM pengetahuan dan intervensi kesiapan menghadapi bencana, maka sama artinya dengan memperkuat ketahanan ekonomi dan kegiatan UMKM itu sendiri. Mengubah paradigma peningkatan produksi ke arah keberlanjutan usaha berbasis pegurangan risiko bencana merupakan salah satu cara yang digunakan untuk membangun ketangguhan UMKM secara berkelanjutan. Tentu pihak pemerintah dan sektor swasta harus terlibat dalam peningkatan ketangguhan UMKM ini.
Niko menjelaskan bahwa selain menguatkan usaha yang sudah ada, pelaku UMKM-pun diberikan pelatihan jenis usaha lain. Kemudian, adanya transfer risiko menggunakan system insurance dari lembaga terkait sehingga, pelaku UMKM dapat segera membangun kembali usahanya dengan mengklaim asuransi usahanya.
Membangun ketangguhan bencana saat ini memerlukan pendekatan multisektoral. Keterlibatan NGO dan Swasta lainnya akan semakin memudahkan jalan menuju pembangunan berkelanjutan yang saat ini didengungkan sebagai SDG’s (Sustainable Development Goals). Perusahaan Swasta maupun NGO dapat menjadikan UMKM sebagai mitra binaan dalam meningkatkan ketangguhan ekonomi dengan menyelaraskan konsep pengembangan bisnis dan konsep pengurangan risiko bencana.
Sehingga, UMKM yang berada di daerah rawan risiko bencana akan mampu meningkatkan bisnis dengan tetap memerhatikan ancaman bencana yang berada disekitarnya. Konsep ini diharapkan dapat digunakan di seluruh daerah di Indonesia, mengingat kondisi Indonesia yang rentan terhadap ancaman bencana.